1. Saya belum nonton Naga Bonar 2. Yang konon lebih bagus dari MMM.
2. Secara komunikasi, nih film sudah berhasil. Bahwa Lonte pun juga manusia. Maksudnya, saya jadi terbawa suasana dan malah berpihak kepada Ningsih yang dimainkan oleh Dinna Olivia. Apa yang disampaikan oleh Rudi Soedjarwo benar-benar mengenai hati dan pikiran. Tidak terlalu banyak berpikir dan bahkan bisa memperlihatkan masyarakat Jawa sana akan sikap hipokritnya(Em maaf, ini hanya penilaian saya). Dan penyampaian itu bisa berhasil.
Berdasarkan resensi Ruangfilm.com, film ini berkisah mengenai Shanaz (Poppy Sovia), gadis remaja ibukota yang melarikan diri ke Jogjakarta setelah bertengkar keras dengan Linda, mamanya (Ira Wibowo) mengenai rencana keinginan Linda untuk menikah kembali. Shanaz merasa bahwa sang mama tidak menghormati papanya (Roy Marten) yang baru saja meninggal delapan bulan yang lalu.
Merasa tidak ada tempat untuk mencurahkan isi hatinya, Shanaz memilih lari dari rumah untuk menyusul Mika (Marcell Anthony), sang kekasih yang sudah berada di Jogjakarta untuk mendaki gunung. Sial bagi Shanaz, ketika sampai di Jogja, Mika telah naik ke gunung sehari lebih cepat dari yang dijadwalkan.
Terlunta-lunta di Jogja, Shanaz tanpa sengaja memasuki daerah pelacuran Pasar Kembang, dimana Shanaz bertemu dengan Ningsih (Dinna Olivia), seorang pelacur asal Madiun. Ningsih yang baik hati merelakan Shanaz untuk tinggal di tempat kost-nya, yang berbeda lokasi dari tempat pelacuran. Di tempat kost ini, Ningsih mengaku dosen kepada suami istri pemilik kost yaitu Pak Toyo (Eddie Karsito) dan Wardah (Elmayana Sabrenia).

Anyway, film yang menggunakan teknik kamera hand held ini, mengingatkan kita akan film Blair Witch Project atau film serial NYPD Blue. Tapi tidak terlalu banyak goyangannya sehingga tidak bikin pusing. Apalagi didukung oleh Dinna Olivia, enak dilihat dan nikmat.
Saya berharap makin banyak film-film Indonesia yang berkualitas sama atau lebih dari film ini. Go perfilman Indonesia.