Kalau lihat foto ini, pasti kita akan berpikir, "Ah... Itu sih gampang. Gue juga bisa."
Kira-kira bisa apa yah? Bisa karena memang kita jujur? Atau bisa karena kita bisa berpura-pura jujur?
Sebetulnya, syarat calon karyawan adalah jujur, itu tidak cuma buat SPG, tapi semua. Jadi, kalau ada iklan lowongan,
DICARI
PROGRAMER, SYARAT:
JUJUR
TANGGUNG JAWAB
Pasti akan sedikit calon pegawai yang terseleksi. Karena yang ada pasti pura-pura jujur, ngaku jujur padahal setengah ngibul. Bisa bahasa Phyton, memang bisa, tapi cuma bikin perintah untuk mencetak "Hello world" saja. Giliran disuruh implementasikan sebuah algoritma ke bahasa Phyton, belum tentu bisa. Padahal di CV tertulis,
Capable of: Phyton, Perl, Ruby, C# and so on and so on and so on...
Begitupun dengan mencari sosok pimpinan yang ideal. Menurut polling majalah SWA, sosok pemimpin yang dibutuhkan oleh anak buahnya, bukanlah intelejensia, ahli mempimpin, ataupun dekat dengan karyawan, bukan. Nomor satu yang diinginkan dari anak buah terhadap pimpinannya adalah: JUJUR.
Banyak cerita dimana orang-orang sering pura-pura jujur atau tidak jujur ketika mencari pekerjaan. Bahkan ada orang yang mengaku ketika diwawancara, "saya bisa dan mengerti keuangan". Tapi, setelah diterima, langsung ngaku, "Pak, maaf, saya sebetulnya tidak bisa keuangan. Eee... Bisa sih, tapi bisa sedikit. Karena itu, saya minta 2-3 bulan untuk mempelajarinya." Gubrak! Alasannya dia tidak jujur adalah kalau sudah keterima, ngaku bukan masalah, karena ga bakal ditendang mengingat bagi perusahaan untuk cari orang lagi adalah tidak gampang dan tidak murah.
Ngomong-ngomong soal jujur ataupun pura-pura jujur, buku BLAKANIS karangan Arswendo Atmowiloto sangat bagus untuk dibaca. Topik utamanya soal kejujuran.
Saya akan mengetik ulang alias mengutip kata-kata yang ada dibuku BLAKANIS halaman 93-94 tentang kejujuran:
MUSUH UTAMA KEJUJURAN BUKANLAH KEBOHONGAN, MELAINKAN KEPURA-PURAAN. BAIK PURA-PURA JUJUR ATAU PURA-PURA BOHONG.
*
Kira-kira, dengan berpura-pura jujur, kita mengingkari kejujuran. Kalau kita bohong, kita bisa meralatnya ketika kita di blaka. Tapi ketika kita berpura-pura, kita lupa bahwa sebenarnya kita sedang berpura-pura.
*
Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan aku percaya kepada Tuhan, beriman kepada Tuhan, kalau aku tak mulai dengan jujur?