Wednesday, August 01, 2007

Belajar Seperti Bambu

Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan untuk teman-teman yang telah memberikan dukungan pada tulisan “Untung Saya Pengecut”. Sungguh memberikan pencerahan dari apa yang teman-teman telah ungkapkan untuk membantu saya yang sedang mengalami sedikit guncangan kala itu.

Kalau saya perhatikan, ada beberapa ungkapan yang lucu dan ada juga yang memberikan penyejukan. Beberapa ungkapan yang memberikan penyejukan mungkin bisa saya tampilkan disini:

Ungkapan Bu Enny
Itu namanya bukan pengecut, tapi orang yang bisa menahan diri, dan hasilnya lebih baik kan.

Lain kali kalau udah nggak tahan dan mau nendang, coba tarik nafas panjang....embuskan pelan-pelan....energi untuk marah tuh besar sekali dan akibatnya sering malah tidak semakin baik.

Ungkapan Jo
Ada baiknya juga menjadi pengecut untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar, yakni sikap memaafkan dan sabar.

Ungkapan Iko
Sabar,.. sabar mas...

Gak baik emosi, marah2 seperti itu...

Ungakapan CempLuk
menahan emosi itu tantangan yang harus dibudayakan..

Ungkapan OrangeMood
memaafkan lebih baik daripada mengumbar emosi...

Ungkapan Fatah
tapi belom tentu jadi pemberani itu bakalan jadi orang yang kasar & emosian loh

Ungkapan de
kepala dingin emang lebih baik

Ungkapan Pak Barry
Saran saya:
Don't fight ugly people because they have nothing to lose.

#1 Mereka sudah jelek
#2 Tidak ada hal yang berharga yang mereka miliki selain membuat orang lain kesusahan.


***

Saya jadi teringat tulisan Gede Prama pada bukunya yang berjudul Dengan Hati Menuju Tempat Tertinggi seperti ini:

Bambu senantiasa hidup dalam keheningan dan kerendahatian. Lihatlah ketika angin bertiup, ia hanya bergesek-gesek kecil dengan sahabatnya, dan kemudian menimbulkan suara desis yang hening. Dan hening terakhir adalah sejenis kualitas yang sudah lama hilang dari dunia manusia, untuk kemudian diganti dengan kekisruhan, dendam dan sejenisnya. Berbeda dengan dendam dan kekisruhan lain yang mengenal kotak dan pagar-pagar pemisah, keheningan ala bambu sudah lama membuang kotak dan pagar-pagar terakhir. Ketika angin lembut datang, ia berdesis hening, ketika angin ribut datang ia juga berdesis hening. Seolah-olah sedang mengingatkan, hanya dengan keheninganlah kejernihan pandangan bisa dipertahankan.

Begitulah saya coba diajarkan seperti bambu. Ketika ada yang membuat kesal, dengki, emosi, benci, cukuplah saya berdesis hening. Bahwa diam bukan berarti pengecut. Karena dengan keheninganlah kejernihan pandangan bisa dipertahankan.

Sekali lagi saya ucapkan terima kasih.

5 comments:

pyuriko said...

Hey,... Akhirnya.

Emosi mas bisa diatur dengan baik... ^_^

Anonymous said...

lama gak mampir....ternyata kejadian itu masih 'berkesan' ya?

Anonymous said...

katanya, hidup ini kan memang penuh pembelajaran...
*lagi keukeuh belajar sabar neh*

JustYulia said...

TaPi kadaNg eMosI JuGa PerLu diKelUarKan BiAr LeGa...

Anonymous said...

Marah adalah manusiawi, marah-marah/emosi tinggi adalah pekerjaan bodoh.

Kategori

info (205) foto (133) komentar ga penting (128) fotografi (123) Technology (104) Kantor (95) website (88) blog (84) Jakarta (78) comic strip (75) bisnis (71) karir (51) suara hati (51) senda-gurau (50) wisata (38) Bekasi (37) Internet (34) manajemen (31) kuliner (22) selebritis (21) soccer (21) Navision (20) iklan (14) kasus (14) sql server 2005 (13) buku (11) Greeting (10) movie (10) komik strip (9) novel (9) programming (9) televisi (9) Banjir (8) VCD/DVD (8) kopi (8) Vanessa (7) billiard (7) hypermarket (7) bogor (6) kesehatan (6) rumah (6) old document (5) Terios (4) basket (4) guru (4) Axapta (3) bioinformatika (3) azure (1)

My Instagram